Perkebunan Indonesia Dalam Geopolitik Global

Uraian 

Dalam dinamika ekosistem dan pasar global, setiap negara berlomba mengembangkan sekaligus menyempurnakan potensinya, baik melalui pemanfaatan sumber daya alam maupun penguatan sumber daya manusia. Kita sama-sama memahami bahwa tidak ada satu negara pun yang mampu berdiri sendiri menciptakan ekosistem ekonomi tanpa bergantung pada negara lain. Kondisi inilah yang kemudian melahirkan kerja sama internasional, sistem ekspor-impor, hingga jejaring ekonomi lintas batas. Namun, realitas tersebut bukan semata-mata lahir dari kekurangan suatu negara, melainkan juga dipengaruhi oleh arah kebijakan luar negeri (foreign policy) serta dinamika geopolitik global.

Setiap negara, besar maupun kecil, memainkan peranan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi dunia. Bahkan, negara yang terbatas secara sumber daya bisa tampil gemilang di panggung global: Singapura dengan julukan The Lion City, Qatar yang dikenal sebagai The Energy Giant berkat kekayaan minyak buminya, hingga Luksemburg yang mendapat predikat The Financial Powerhouse karena menjadi pusat dana investasi terbesar kedua di dunia.

Pertanyaan reflektif untuk Indonesia

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Kita kerap disebut sebagai negara besar dan negara kaya sumber daya alam. Tetapi, sudahkah kita benar-benar menyadari, mengelola, dan membanggakan potensi luar biasa yang kita miliki? Jika sawit menjadi penopang devisa terbesar nonmigas dan Indonesia berperan nyata dalam menjaga stabilitas energi dan pangan global, maka pertanyaan penting muncul: julukan apa yang pantas disandang Indonesia di panggung dunia, dan sejauh mana kita berani menegaskan pengaruh strategis itu sebagai kebanggaan nasional?

Indonesia tengah menapaki jalan menuju cita-cita besar: Indonesia Emas 2045, sebuah predikat sebagai bangsa maju dan berpengaruh di panggung dunia. Di balik impian luhur tersebut, sektor perkebunan berdiri sebagai tulang punggung ekonomi yang tak boleh dipandang sebelah mata. Perkebunan bukan sekadar urusan produksi, melainkan simbol kedaulatan ekonomi dan kebanggaan nasional. Lebih dari itu, dunia pun harus disadarkan bahwa tanpa hasil perkebunan Indonesia, terutama kelapa sawit yang menopang energi dan pangan global, stabilitas ekonomi internasional bisa tersentak dan terguncang.

Kepentingan Tersembunyi di Balik Narasi Hijau: Ketika Suara Lingkungan Menjadi Senjata Ekonomi

Catatan Sejarah

Sejarah bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kekayaan alamnya. Sejak abad ke-16, bangsa-bangsa Eropa seperti Portugis, Belanda, dan Inggris berlayar jauh hanya untuk sampai ke Nusantara. Bukan karena wilayahnya luas atau letaknya semata, tetapi karena sumber daya alam yang berlimpah, khususnya hasil bumi dari sektor perkebunan dan rempah-rempah.

Cengkih, pala, lada, kopi, tebu, karet, dan berbagai hasil perkebunan lainnya menjadi magnet utama kolonialisme. Inilah alasan mengapa Indonesia disebut sebagai “zamrud khatulistiwa” sekaligus “mutiara Asia”. Hasil perkebunan Nusantara saat itu bukan sekadar komoditas, melainkan mata uang global yang menggerakkan perekonomian Eropa.

Belanda bahkan menerapkan Cultuurstelsel (Tanam Paksa) pada 1830, yang mewajibkan rakyat menanam komoditas ekspor seperti kopi, tebu, nila, dan teh. Sistem ini memperlihatkan betapa besar nilai strategis perkebunan Indonesia di mata dunia. Hasilnya diperdagangkan di pasar internasional, memperkaya Eropa, sementara rakyat Indonesia hidup dalam penderitaan.

Refleksi

Dari pengalaman pahit itu, kita belajar satu hal penting: perkebunan Indonesia sejak dulu sudah menjadi penentu stabilitas ekonomi dunia. Jika tidak, bangsa penjajah tidak akan datang dari ribuan kilometer hanya untuk menguasainya.

Hari ini, sejarah itu berlanjut dalam bentuk berbeda. Indonesia kini bukan lagi objek eksploitasi, melainkan aktor utama yang mengendalikan komoditas global. Sebut saja kelapa sawit, di mana Indonesia adalah produsen terbesar dunia, memasok lebih dari 50% kebutuhan minyak nabati global. Begitu juga dengan kopi, kakao, karet, dan kelapa, yang menempatkan Indonesia dalam jajaran produsen terbesar dunia.

Artinya jelas, akar sejarah bangsa ini adalah kekuatan perkebunan. Dari sanalah lahir narasi kebanggaan. Kini kita tidak lagi dipandang sebagai negara berkembang yang pasif, melainkan sebagai penyangga stabilitas ekonomi global. Dunia bergantung pada hasil perkebunan Indonesia, sama seperti berabad-abad lalu — hanya kini dengan posisi yang lebih berdaulat.

Catatan terkini:
Perkebunan Penopang Perekonomian dan Ketahanan Global

Sektor perkebunan hari ini masih menjadi pilar utama ekonomi nasional. Pada 2024, sektor pertanian termasuk kehutanan dan perikanan menyumbang 12,61% dari PDB Indonesia, dengan perkebunan berkontribusi 4,17% dan menjadi subsektor terbesar.

Indonesia juga tampil sebagai penghasil komoditas utama dunia. Kelapa sawit, misalnya, memproduksi sekitar 44 juta ton pada 2023–2024 atau 57% dari total produksi global. Komoditas lain seperti kopi, kakao, karet, dan kelapa juga menempatkan Indonesia di jajaran produsen teratas dunia. Tak heran, ekspor komoditas perkebunan menyumbang 10,2% dari total ekspor Indonesia.

Tren harga global pun menunjukkan peran strategis Indonesia. Harga CPO melonjak dari US$838 per ton (2023) menjadi US$1.045 per ton (awal 2025). Ekspor kakao naik 110,8%, kopi robusta tumbuh 71,6%, dan ekspor kelapa meningkat 74,2%. Bahkan, minyak kelapa dunia sempat meroket hingga US$2.990 per ton akibat perubahan iklim dan menurunnya pasokan.

Untuk memperkuat daya saing, Indonesia meluncurkan dashboard digital untuk melacak komoditas sawit, kopi, dan karet, sekaligus menyesuaikan regulasi anti-deforestasi EUDR. Di sisi lain, diplomasi ekonomi juga menghasilkan capaian, misalnya kesepakatan dengan Amerika Serikat yang membuka peluang penghapusan tarif 19% untuk ekspor CPO, kakao, dan karet.

Penutup

Hari ini kita terlalu sering terjebak pada ukuran Barat atau Timur Tengah untuk mendefinisikan arti negara maju, padahal Indonesia menyimpan potensi luar biasa yang tak kalah, bahkan bisa melampauinya. Potensi itu hanya akan bermakna jika diiringi kemampuan sumber daya manusia untuk mengelola, berinovasi, dan menciptakan produk berdaya saing yang berkelanjutan.

Fokus kita kini bukan lagi mengklarifikasi tuduhan negatif yang sejatinya hanyalah bagian dari persaingan dagang global. Sebagai bangsa besar, tugas kita adalah cerdas menarasikan kehebatan sendiri. Sektor perkebunan adalah mahkota hijau Indonesia, penopang ekonomi, simbol kearifan lokal, sekaligus suara yang menggema di panggung dunia. Dengan sejarah dan potensi yang kuat, Indonesia harus berani menampilkan dirinya sebagai mercusuar stabilitas ekonomi global, bukan hanya untuk bangsa sendiri, tetapi juga untuk dunia.

Penulis:
Mulyadi
Kelapa Departemen Kajian & Advokasi

 

Pustaka:

Detik.com. (2021, September 13). Cultuurstelsel adalah sistem tanam paksa, ini sejarah dan kebijakannya. Diakses dari: https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5715313/cultuurstelsel-adalah-sistem-tanam-paksa-ini-sejarah-dan-kebijakannya

Liputan6.com. (2021, Juni 7). Indonesia jadi eksportir minyak sawit terbesar di dunia. Diakses dari: https://www.liputan6.com/bisnis/read/4575604/indonesia-jadi-eksportir-minyak-sawit-terbesar-di-dunia

Palmoilina. (2024). Apa itu CPO?. Diakses dari: https://palmoilina.asia/sawit-hub/apa-itu-cpo

ResearchGate. (2021). Indonesia under Dutch East Indies Cultuurstelsel. Diakses dari: https://www.researchgate.net/publication/354202818_Indonesia_under_Dutch_East_Indies_Cultuurstelsel

Ruangguru. (2021, April 27). Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) di Indonesia. Diakses dari: https://www.ruangguru.com/blog/tanam-paksa

Satu Data Pertanian. (2024). Analisis Kinerja Perdagangan Kelapa Sawit 2024. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Diakses dari: https://satudata.pertanian.go.id/assets/docs/publikasi/1F_Analisis_Kinerja_Perdagangan_Kelapa_Sawit_2024_-_publish.pdf

Wikipedia. (2024). Cultivation System. Diakses dari: https://en.wikipedia.org/wiki/Cultivation_System

Tags

Berita Terkini

Presented By

Hubungi Kami

Sekretariat BPP APMI:
Jl. Garuda No.10, Malangrejo, Wedomartani, Kec. Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kode Pos: 55584
Telepon : +62 822 - 2132 - 1502
E-Mail : plantersmuda.id@gmail.com

Asosiasi Planters Muda Indonesia

Made By Departemen IT Developer - APMI